Model, susunan, dan tataletak sebuah bangunan yang dirancang tahan terhadap guncangan bencana. Dalam penggunaan sehari-hari biasanya kata “konstruksi” itu disamakan dengan struktur, yang kemudian menjadi struktur bangunan. Konstruksi bangunan jenis ini diterapkan biasanya dalam hubungannya dengan bencana gempa yang memberikan efek atau dampak guncangan hebat pada tanah di mana bangunan-bangunan itu didirikan. Konstruksi jenis ini dirancang dengan model tertentu. Masyarakat yang tinggal di daerah-daerah yang dilalui jalur patahan-patahan lempengan bumi yang memungkinkan gempa, perlu menggunakan konstruksi tahan gempa ini, sebagai bagian dari mitigasi bencana, misalnya daerah-daerah di Aceh, Nias, sepanjang pantai selatan sekitar Cilacap, Bantul, Gunungkidul, Pacitan, Pangandaran, dan lain-lain.
Kesadaran yang lebih kuat dan besar untuk membangun konstruksi tahan bencana di Indonesia mulai muncul sejak terjadi bencana Gempa Bumi di Aceh tahun 2004 dan Bantul 2006, meskipun jauh sebelum itu bangunamn-bangunan yang kuno didirikan, terutama di kota-kota besar telah dirancang untuk bisa tahan guncangan bencana. Hanya saja, sejak kedua kejadian itu, kesadaran itu benar-benar semakin massif dan diadopsi oleh masyarakat di tingkat bawah.
Kesadaran timbul dari Aceh, ketika korban dan kerugian yang diakibatkan oleh Gempa Bumi yang diikuti tsunami begitu hebat, meratakan rumah dan bangunan-bangunan yang ada, disertai korban jiwa yang begitu banyak. Sedangkan di Bantul, gempa bumi yang terjadi mengakibat rumah-rumah roboh dengan korban ribuan orang. Setelah melihat efek dari gempa bumi yang demikian, pengambil kebijakan, kelompok masyarakat, dan masyarakat yang tinggal di sekitar patahan-patahan yang mengakibatkan gempa bumi, misalnya di Bantul, mulai sadar betapa pentingnya membangun rumah dan bangunan-bangunan lain yang konstruksinya bisa tahan bencana. Konstruksi tahan bencana itu, dibuat dengan mempertimbangkan dua hal: bila pembangunan itu, dilakukan berdasarkan bangunan yang sudah ada sebelumnya, dan kebetulan terkena bencana, maka ada dua alternatif: merobohkan sekalian dengan membangun yang baru, dan ini masuk kategori membangun bangunan yang baru; dan model berikutnya membangun dari sisa guncangan bencana. Kalau berpijak dari yang terakhir ini maka yang harus dilakukan ada 3 hal, yaitu perbaikan, restorasi, dan penginjeksian.
Dengan perbaikan, yang dilakukan adalah menambal retakan tembok, memperbaiki saluran air yang rusak, memperbaiki pondasi yang rusak, dan mengatur kembali genteng yang berpindah tempat. Dengan restorasi yang dilakukan adalah penginjeksian semen baru, penambahan jaringan tulang pada dinding pemikul, dan mengganti dinding yang terbelah. Dan, dengan penguatan yang dilakukan adalah dengan penambahan daya tahan terhadap beban bangunan agar bisa kokoh.
Sedangkan bila mendirikan dan membuat bangunan baru, konstruksi tahan gempa memiliki dua model: membangun dengan sistem struktur rangka batang; membangun dengan sistem struktur dinding pemikul. Pertama, Sistem struktur rangka batang yang terbanyak dipergunakan oleh masyarakat secara umum karena cara dan metode pengerjaannya lebih mudah dan sederhana. Konstruksi dengan model ini dengan menggunakan beton dari cor-coran, kayu, maupun perpaduan antara keduanya. Kedua, sistem struktur dinding pemikul yang banyak dipakai pada pada bangunan-bangunan kuno/kolonial dan bersejarah yang masih dipertahankan keberadaannya, dengan memperkuat dan memperkokoh bagian-bagian di dinding pemikul bangunan, tetapi sekarang sudah tidak banyak dipakai.
Standar Konstruksi Tahan Bencana
Kementrian PU telah mengeluarkan beberapa kali pedoman untuk membangun bangunan yang tahan gempa. Pedoman yang dikeluarkan itu menggariskan bahwa konstruksi bangunan yang dirancang harus mempertimbangkan: struktur bawah, yaitu memperkuat dasar yang membentuk fondasi sebuah bangunan; struktur dinding berupa kolom, balok, dan dinding penopang menyokong struktur lantai dan atap; dan struktur atas, yaitu perpanjangan vertikal bangunan di atas fondasi.
Di antara syarat-syarat standar bangunan aman gempa adalah:
- Bangunan harus terletak di atas tanah yang stabil
- Denah bangunan sebaiknya sederhana dan simetris
- Menggunakan kayu kering dan pilih bahan atap yang ringan
- Dinding pasangan bata/batako dipasang angkur setiap jarak vertical 30 cm yang dijangkarkan ke kolom
- Setiap luasan dinding luas 12 MM2 harus dipasang kolom praktis
- Dipasang balok ring/cincin yang diikat kaku dengan kolom
- Seluruh kerangka bangunan harus terikat secara kokoh dan kaku
- Rangka kuda-kuda gantung, pada titik simpul diberi baut dan plat pengikat
- Bahan adukan 1 Pc semen banding 4 pasir.
- Pelaksanaan dilakukan oleh tukang berpengalaman.
Severity: Notice
Message: Trying to get property of non-object
Filename: blog/index.php
Line Number: 62